Senin, 18 Agustus 2014

JAKARTA, KOMPAS.com - Sifat eksklusif yang cenderung dianut siswa sekolah menegah atas dan sekolah menengah kejuruan melonggarkan kerekatan sosial dan pertemanan antarsiswa. Padahal, rasa pertemanan adalah kunci untuk mencegah terjadi konflik antarsekolah.

”Sejak masuk sekolah, kami sudah tahu nama-nama sekolah yang dari dulu jadi saingan. Jadi, kami siap dengan segala risiko kalau ada bentrokan” kata Dwi (17), siswa kelas XI SMK Baskara, di Depok, Jumat (15/8).

Di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, saling mengejek oleh siswa antarsekolah kerap berujung konflik, seperti tawuran. Bahkan, tawuran terakhir yang terjadi pada Rabu (13/8) sampai menelan korban jiwa, yaitu Wandi Setiawan (17), siswa kelas X SMK Baskara. Ia tewas akibat luka bacok pada leher.

Menurut Dwi, ada kebanggaan bagi seorang siswa ketika mengenakan seragam sekolah. Tidak jarang, seragam menjadi alasan saling ejek siswa beda sekolah. ”Dua orang dari sekolah yang berbeda bisa aja temenan di kompleks kalau sama-sama enggak berseragam. Tapi, kalau udah ketemu di jalan sama-sama memakai seragam, lain ceritanya,” ujar Dwi.

Solusi dari pihak sekolah adalah tidak mempertemukan siswa-siswa dari sekolah yang berbeda-beda. Contohnya, patroli rutin digelar di Jalan Sawangan Raya untuk memastikan tidak ada siswa dari sekolah berbeda yang berpapasan di jalan.

Sekolah juga tidak pernah mengadakan kegiatan yang melibatkan siswa dari sejumlah sekolah. Padahal, di Jalan Raya Sawangan, Depok, misalnya, dalam jarak 2 kilometer, setidaknya terdapat 18 SMA dan SMK. Kegiatan bersama yang pernah digelar hanya lokakarya yang disponsori Polres Depok. Itu pun hanya satu tahun sekali.

Turmi, guru SMKN 2 Depok, mengatakan, umumnya, kegiatan antarsekolah diadakan sekali setahun dalam rangka ulang tahun sekolah. Kegiatan berupa pertandingan basket atau futsal.

Membudaya

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmin, berpendapat, budaya pertemanan yang ada di SMA dan SMK umumnya berunsur chauvinisme yang kental. Selain itu, pendidik juga cenderung defensif apabila terjadi pertikaian antarsekolah. Padahal, murid kedua belah pihak sama-sama melakukan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan.

Solusinya adalah menciptakan kegiatan interaksi yang tidak bersifat persaingan, seperti pentas seni atau kerja bakti untuk kepentingan bersama. ”Kunci untuk membudayakan sesuatu adalah melakukannya dengan intensif dan mendalam,” ujar Daisy. (A15)