JAKARTA, KOMPAS.com
- Sifat eksklusif yang cenderung dianut siswa sekolah menegah atas dan
sekolah menengah kejuruan melonggarkan kerekatan sosial dan pertemanan
antarsiswa. Padahal, rasa pertemanan adalah kunci untuk mencegah terjadi
konflik antarsekolah.
”Sejak masuk sekolah, kami sudah tahu
nama-nama sekolah yang dari dulu jadi saingan. Jadi, kami siap dengan
segala risiko kalau ada bentrokan” kata Dwi (17), siswa kelas XI SMK
Baskara, di Depok, Jumat (15/8).
Di Kecamatan Pancoran Mas,
Depok, saling mengejek oleh siswa antarsekolah kerap berujung konflik,
seperti tawuran. Bahkan, tawuran terakhir yang terjadi pada Rabu (13/8)
sampai menelan korban jiwa, yaitu Wandi Setiawan (17), siswa kelas X SMK
Baskara. Ia tewas akibat luka bacok pada leher.
Menurut Dwi, ada
kebanggaan bagi seorang siswa ketika mengenakan seragam sekolah. Tidak
jarang, seragam menjadi alasan saling ejek siswa beda sekolah. ”Dua
orang dari sekolah yang berbeda bisa aja temenan di kompleks kalau
sama-sama enggak berseragam. Tapi, kalau udah ketemu di jalan sama-sama
memakai seragam, lain ceritanya,” ujar Dwi.
Solusi dari pihak
sekolah adalah tidak mempertemukan siswa-siswa dari sekolah yang
berbeda-beda. Contohnya, patroli rutin digelar di Jalan Sawangan Raya
untuk memastikan tidak ada siswa dari sekolah berbeda yang berpapasan di
jalan.
Sekolah juga tidak pernah mengadakan kegiatan yang
melibatkan siswa dari sejumlah sekolah. Padahal, di Jalan Raya Sawangan,
Depok, misalnya, dalam jarak 2 kilometer, setidaknya terdapat 18 SMA
dan SMK. Kegiatan bersama yang pernah digelar hanya lokakarya yang
disponsori Polres Depok. Itu pun hanya satu tahun sekali.
Turmi,
guru SMKN 2 Depok, mengatakan, umumnya, kegiatan antarsekolah diadakan
sekali setahun dalam rangka ulang tahun sekolah. Kegiatan berupa
pertandingan basket atau futsal.
Membudaya
Sosiolog
dari Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmin, berpendapat, budaya
pertemanan yang ada di SMA dan SMK umumnya berunsur chauvinisme yang
kental. Selain itu, pendidik juga cenderung defensif apabila terjadi
pertikaian antarsekolah. Padahal, murid kedua belah pihak sama-sama
melakukan kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan.
Solusinya
adalah menciptakan kegiatan interaksi yang tidak bersifat persaingan,
seperti pentas seni atau kerja bakti untuk kepentingan bersama. ”Kunci
untuk membudayakan sesuatu adalah melakukannya dengan intensif dan
mendalam,” ujar Daisy. (A15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar